Jumat, 14 Mei 2021

Perihal Permulaan, Perjalanan, dan Perhentian



Sadar atau tidak, pada setiap kerangka waktu memiliki permulaan, perjalanan, dan perhentian. Pernah sesusah itu untuk memulai? Pernah seberjuang itu untuk mempertahankan? Pernah serumit itu untuk menentukan perhentian? Sepertinya titik-titik tersebut yang menemani sepanjang dua puluh empat jam garis miring tujuh hari dalam hidup.

Kalau diingat, satu tahun silam, tubuh dan pikiran ini pernah penuh gairah mencapai segala obsesi yang sangat ingin diraih. Tahu tidak? Mencari titik mulai itu saja sudah sesukar itu. Kontemplasi yang terjadi benar-benar rumit. Syukurnya, entah mengapa kala itu, seluruh stamina dan lingkungan alam mendukung upaya-upaya yang berusaha keras dimunculkan.

Prajurit energi yang mengawal petualangan pun tak terhitung berapa banyak peperangan yang harus mereka lewati. Terkadang menang, tak jarang pula kalah. Saat itu mayoritas peperangan kami menangkan dan kami berhasil tetap berada pada jalur. Satu tahun lamanya mendaki gunung menuruni lembah, tibalah kami menemukan sang fatamorgana. Pemandangan di mana kami melihat hasil sedikit demi sedikit, namun terlena karena seakan sudah sedekat itu dengan garis finish.

Di tengah perjalanan itulah, kami kalah. Di hadapannya hanya terpampang jalur yang porak poranda. Rintangan terhebat yang tak pernah mereka harapkan: kebebasan. Meski belum mencapai tujuan akhir, pasukan itu memilih untuk berhenti di sini. Katanya ingin merasakan sedikit kebebasan, lelah harus berjuang di jalan lurus melulu. Bukankah mereka berhak untuk merasakan sedikit hingar bingarnya pesta? Padahal mereka tahu, sekali tercebur dalam pesta memabukkan itu, susah sekali untuk keluar dan menemukan tujuan akhir.

Hingga detik ini, sang komandan pikiran masih terombang-ambing. Mereka kelelahan, terlena dalam kebebasan. Sang komandan belum berhasil menyusun puzzle-puzzle yang berhamburan. Jelas, ini bukan titik perhentian, tapi secara teknis, perjuangan yang pernah dimulai itu sudah terhenti di sini. Mereka perlu menyusun rencana kembali untuk mencapai tujuan semula. Dengan lebih rapi, tertata, dan realistis.

Beruntungnya, kali ini tak perlu memulai dari nol, pengalaman selama perjalanan yang lalu menjadi bahan pertimbangan untuk strategi di kesempatan berikutnya.

Dua puluh satu tahun tumbuh bersama otot, tulang, otak, dan jantung ini, terus saja berulang-ulang seperti itu. Mencari garis start, berperang dalam perjalanan, terhenti di garis finish, entah dengan selamat atau alamat. Satu yang selalu menjadi pengingat: mulai saja, jalani sesuai rencana, jangan berhenti hingga tujuan tercapai. Hahaha, izinkan saya tertawa, mudah diucapkan, namanya juga pengingat.

Eh, tapi rasanya ada yang janggal. Mengapa untuk memulai rasa jatuh padamu semudah itu? Sudah begitu tanpa rencana, berjalan begitu saja tanpa pengawalan. Hingga untuk memutuskan berhenti saja seluruh elemen semesta harus ikut campur. Memangnya kau ini siapa? Tujuanku saja bukan, tapi semerdeka itu mengomandoi perasaan ini. Ah sudahlah, toh ini hanya tentangku, bukan tentangmu, apalagi tentang kita.

Notes: Coba dengarkan lagu gubahan Tyler Ward berjudul Plans in Pencil ini, siapa tahu cocok masuk ke dalam daftar putarmu.

Private document: Photographed at Central Jakarta November, 2019 

0 komentar:

Posting Komentar

Orang Baik

Powered By Blogger

Jejak Istimewa