Senin, 21 Desember 2020

Gita Wiryawan a.k.a Gita Wiryawan


“Kamu mau memilih secara rasional atau emosional? Semuanya kembali ke kamu.”

Beberapa hari sebelum merayakan 20122020 saya dapat wejangan ini dari Mas Gita. Ah seperti biasa, Mas Gita kalau ngasih saran selalu mencerahkan. Kebanyakan bikin tertampar sih. Kalau saya dilahirkan kembali dan diberi kesempatan ingin punya kakak seperti siapa, mungkin Mas Gita jawabannya.

Tiga tahun lalu saya ketemu Mas Gita di salah satu kepanitiaan kampus, awalnya nggak tahu itu siapa, tiba-tiba nanya IPK terus minta saya jadi wakil ketua dalam organisasi yang akan beliau pimpin saat itu. Wah, ini orang kenal saya saja belum tiba-tiba menghakimi hanya dari nilai keberuntungan saya di tahun pertama ngampus.

Kesan pertama memang agak skeptis sih, pemikirannya terlampau visioner, teori dan pengalamannya banyak sekali, cukup bertolak belakang dengan sudut pandang saya waktu itu. Ternyata saya seberuntung itu bisa kenal Mas Gita. Beliau membuka paradigma yang nggak pernah saya tahu sebelumnya, memperkenalkan saya dengan banyak orang baru, keren-keren pula, semakin menyadarkan bahwa saya hanya remahan rinso.

Sebelum kuliah, saya tidak pernah baca buku selain buku pelajaran. Ya terkadang novel-novel teenlit semacam “Love Detective” atau “Pacarku Juniorku”. Mas Gita inilah yang mengimbau saya untuk mulai suka membaca. “Mulai baca aja dulu, buku apa aja boleh.” Seingat saya itu kalimat yang sering beliau ulang-ulang. Mau nggak mau jadi mulai minjem-minjem buku buat dibaca, sampai sekarang jadi suka checkout buku dari @post_santa.

Nggak berhenti di baca buku, disuruh nulis juga. Akhirnya mulailah belajar nulis juga, entah dapet hidayah dari mana pokoknya nulis aja. Saya nggak ingat tulisan saya pertama kali apa, intinya sampai hari ini saya sangat merasakan manfaatnya, senang bukan main, bangga.

Kalau bukan karena Mas Gita ngajarin saya nulis, belum tentu bisa jalan-jalan gratis walaupun baru di sekitar Jawa saja. 

Kalau waktu itu Mas Gita nggak mengomentari tulisan saya, “Paragraf satu ganti pokoknya, aku geli bacanya,” mungkin nggak jadi dapet auto A di salah satu mata kuliah horror.

Kalau nggak disuruh baca tulisan Eka Kurniawan atau Seno Gumira Ajidarma, belum tentu bisa ketemu Pak Jusuf Kalla di kompetisi esai JK tahun 2019 lalu. Kalau nggak dikirimin sepaket buku Muhidin M. Dahlan, nggak mungkin resensi buku “Inilah Esai” saya bisa dilike sama Gus Muh di Instagram. Dan masih banyak kalau-nggak-kalau-nggak lainnya.

Hah intinya bersyukur banget bisa kenal Mas Gita. Hari ini beliau merayakan hari terhebatnya sepanjang hidup. Setelah 5 hari lalu memasuki umur kepala 3, hari ini kamu diberkati oleh seorang teman hidup yang kamu tunggu sejak lama. Seseorang yang kamu nggak bisa kehilangan senyumnya.

Dulu, boro-boro ngomongin pacar, obrolannya politik mulu, kalau nggak ya pajak. Misalnya disuruh bikin bucket list nih, paling Mas Gita cuma nulis 3 poin terus udah. Mas Gita itu orang paling tidak ambisius yang pernah saya kenal, tapi satu per satu cita-citanya terus diraih, tak bersuara. Sekalinya bikin pengumuman, bikin gempar sejagat raya. Nggak pernah mau mengudara, lebih suka mengayomi dari balik layar.  

Selamat ulang tahun dan selamat menempuh hidup baru, Gita Wiryawan a.k.a Gita Wiryawan. Manusia yang mau berapapun versi yang ada di dalam dirinya, kalian tak akan peduli, dia tetap Gita Wiryawan yang kalian kenal. Semoga segala doa-doa yang kamu panjatkan, dikabulkan Yang Maha Kuasa. Jujur, kamu terlihat bahagia beratus kali lipat hari ini dan aku yakin seterusnya. Semoga selalu diberkati oleh Tuhan, menjadi keluarga yang tak putus bahagianya hingga hari tua. Godspeed! As you always said.

Bintaro, Minggu, 20 Desember 2020.

Sabtu, 12 Desember 2020

Sumedang, Agrowisata Masa Depan Indonesia

Bagian paling menyenangkan saat menghabiskan waktu liburan bagi saya dan mungkin kebanyakan orang adalah ketika bisa memanjakan mata dengan hijau-hijaunya alam. Akhir-akhir ini jika ditanya ingin berlibur ke mana, jawaban saya selalu berakhir pada tempat yang belum ramai dikunjungi orang namun memiliki pesona alam yang indah. Utamanya seperti persawahan, perkebunan, hutan, sungai, danau, atau air terjun dan mata air juga boleh. Bagi pegawai kantoran seperti saya yang setiap hari harus berurusan dengan jalan raya dan gedung pencakar, udara segar menjadi hal penting yang selalu menjadi prioritas saat refreshing. Tak ada yang lebih menenangkan dari suara embusan angin menerpa padi-padi di sawah, berjalan di tengah kebun teh, dan mendengar gemericik mata air yang bermuara pada danau sebening kaca.

Sebenarnya di kampung halaman saya di Malang sudah memiliki banyak perkebunan dan pegunungan, namun sayangnya mobil, motor, dan berbagai bangunan sudah memenuhi jalanan di sana, hiruk pikuk di Malang bisa dibilang tidak terelakkan. Maklum, Malang memang cukup terkenal sebagai kota tempat tujuan wisatawan. Sebagai gantinya saya lebih suka melancong ke daerah-daerah di Jawa Barat, selain karena hawanya yang dingin, jalanan lengang, hutan dan sawah banyak bertaburan di sana. Salah satunya adalah Sumedang, nama yang sudah sangat tidak asing di telinga orang Indonesia.

Desa Baginda, Tanah Sumedang, Surga Agrowisata Indonesia
Sumber: @daniel.dahni

Setiap perjalanan berangkat atau pulang kantor, dalam perjalanan menuju makan malam bersama kekasih, atau saat mudik di mana pun kampung kita berada, setidaknya pasti ada sekali dua kali kita menemukan pedagang Tahu Sumedang. Tahu yang satu ini memang enak dan gurih, renyah di luar tapi lembut saat menyentuh lidah. Barangkali sama seperti rasa yang bisa kita rasakan saat berjalan-jalan di tempat aslinya.

Surga Agrowisata Indonesia

“I would rather be on my farm than be emperor of the world.” - George Washington, Bapak Pendiri Amerika

Sebelum viral di media sosial, perkenalkan, sebuah kabupaten yang akan tumbuh menjadi surga agrowisata Indonesia di masa depan, Sumedang. Potensi pertanian dan perkebunan di Sumedang dapat dikatakan sebagai emas yang masih tertimbun di tanah, perlu digali hingga menjadi harta karun tanah air.

Sebanyak 270 desa dan 7 kelurahan dari 26 kecamatan di Sumedang hampir seluruhnya memiliki hamparan sawah yang masih asri dan belum terjamah oleh bangunan. Komoditas utama di Sumedang di antaranya padi, ubi jalar, kedelai, bawang, cabai, tomat, salak, jagung, dan masih banyak lagi. Semuanya tumbuh subur di dan menjadi sumber penghidupan anak kandung tanah Sumedang.

Di Desa Paseh Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, tanaman pangan yang dilestarikan diantaranya padi, jagung, ubi jalar, dan kacang tanah. Sedangkan untuk komoditas perkebunan antara lain salak, manga, pisang, nangka, dan melinjo. Sejauh mata memandang persawahan di Desa Paseh Kaler membuat ingin tinggal di sana saja. Koperasi Serba Usaha dan Lembaga Keuangan Mikro di desa ini juga menunjang ekonomi penduduk dengan baik.

Desa Paseh Kaler, Sumedang
Sumber: @berry_123

Selain itu hewan ternak juga menjadi keunggulan di beberapa desa di Sumedang salah satunya di Desa Paseh Kaler ini. Warga rata-rata memiliki jenis ternak seperti sapi, domba, kambing, ayam ras, itik, dan kelinci. Tak hanya ternak, sumber Mata Air Cipaingeun di Dusun Parimas Desa Paseh Kaler juga menjadi daya tarik tersendiri. Selain untuk sumber irigasi pertanian, mata air juga bisa menjadi tempat refreshing yang memanjakan pikiran.

Melihat banyaknya potensi alam dalam satu tempat bukan hal mustahil untuk menjadikan Desa Paseh Kaler sebagai tujuan agrowisata. Tak hanya di Desa Paseh Kaler, hampir seluruh desa di Sumedang memiliki iklim agrikultur yang bagus, mayoritas penduduknya adalah petani atau peternak. Ada Desa Citepok, Desa Panyindangan, dan masih banyak lagi. Potensi sawah, kebun, peternakan, dan mata air di Sumedang sangat prospek untuk dijadikan destinasi agrowisata atau bahkan bisa dijadikan destinasi farmstays seperti di luar negeri.

Desa Panyindangan, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang
Sumber: @thesuns192


Bayangkan saja kita bisa menginap di saung bambu yang nyaman dan sunyi, saat bangun tidur yang disuguhkan di depan mata tak lain hijaunya padi dan langit biru sembari disambut oleh nyanyian burung-burung. Siangnya kita bisa berenang di mata air yang jernih kemudian bermain bersama domba di peternakan yang luas. Tak lupa sorenya menjajal camilan tahu sumedang dan opak khas sumedang. Hmmm… membayangkannya saja sudah senyum-senyum sendiri.

Wisata Alam Pangjugjugan sepertinya cocok untuk menginterpretasikan harapan di atas. Hamparan hijau luas ini memiliki motto “Untukmu yang Suka Hijau”. Di kawasan wisata ini kita bisa bermain di hutan pinus, menikmati koleksi flora dan fauna, menyeruput kopi di teras pohon, bahkan ada curug buatan juga. Wisata Alam Pangjugjugan merupakan paket lengkap karena juga difasilitasi dengan area permainan dan edukasi flora fauna untuk anak-anak. Selain itu dilengkapi pula dengan wahana seperti flying fox, kolam renang, berperahu, hingga kolam terapi ikan. Berdasarkan beberapa testimoni pengunjung, suasana di sini masih tenang dan nyaman, kita masih bisa menikmati suara burung-burung dan suara alam di Pangjugjugan ini.

Wisata Alam Pangjugjugan
Sumber: @pangjugjugan

Kawasan agrowisata lainnya yang bisa dikunjungi di Sumedang antara lain Eco Green Park Kampung Karuhun, Kawasan Agrowisata Kampung Nangorak, Kampung Wisata Toga, dan Perkebunan Teh Margawindu. Harapannya desa-desa lain seperti Desa Paseh Kaler dan kawan-kawannya bisa dikembangkan oleh pemerintah setempat sehingga Sumedang mampu populer sebagai destinasi agrowisata di Indonesia.

Eco Green Park Kampung Karuhun
Sumber: @a_mahul


Bupati Sumedang telah memperkenalkan kekayaan Sumedang seperti Ubi Cilembu dan potensi agrikulturnya pada negara tetangga, Prefektur Wakayama, Jepang. Sumedang dan Wakayama telah menjalin kerja sama yang ke depannya berpotensi baik bagi iklim investasi agrikultur serta agrowisata di Sumedang.

“Ketika tiba di Kabupaten Sumedang, saya sudah seperti di Wakayama, Jepang, karena udara dan suasananya hampir sama dengan di sana,” tutur Hisatsugu Tajima, seorang pejabat Wakayama, Jepang, saat mengunjungi Sumedang akhir 2019 lalu.

Ah, tak usah jauh-jauh ke Jepang ya berarti kalau mau merasakan suasana nyaman seperti di negeri jiran. Memang sebenarnya kita perlu lebih membuka mata untuk melihat potensi dalam negeri, barangkali memang tak ada habisnya!

Mata Air, Mata Kehidupan

Sumedang memang anugerah baik dari Tuhan. Sebagai pelengkap agrowisata, mata air di Sumedang pun mengalir tanpa henti untuk menghidupi penghuninya. Enaknya di Sumedang, belum ramai orang, belum viral di tik-tok. Bahasa kerennya hidden gems.

Kalau kita telusuri mbah google, danau terjernih di dunia terletak di Selandia Baru, namanya Blue Lake. Melihat dari fotonya sih memang jernih sekali, bak kaca. Namun tak mau kalah, Sumedang juga punya berbagai jenis mata air yang lebih bersih dari wajah penulis yang penuh jerawat dan kilang minyak ini.

Situ Cilembang namanya. Berlokasi di Desa Hariang, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang. Danau ini memiliki keunggulan berupa warnanya yang biru seperti langit. Cocok untuk spot foto, berenang, atau sekadar menikmati keindahan alam saja. Sepertinya tepat kalau saya beri julukan baru, Blue Lake Van Sumedang.

Blue Lake Van Sumedang, Situ Cilembang
Sumber: @apitooo

Tak hanya satu, Mata Air Cikandung juga menjadi salah satu mata air terjenih di Jawa Barat. Terletak di Dusun Sukasari, Desa Nyalindung, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Sebab belum banyak pengunjung, kebersihan di Mata Air Cikandung masih bersih, meskipun begitu, fasilitas tempat parkir dan kamar mandi sudah tersedia. Konon katanya mata air di sini tidak pernah surut bahkan saat musim kemarau sekalipun. Berhubung namanya saja mata air tentu saja pemandangan yang disuguhkan di sekitarnya tak lain tak bukan hijau-hijau rerumputan dan pegunungan. Kurang segar apa coba?

Mata Air Cikandung
Sumber: @notrip_nochannel


Berfoto di dalam Air Jernih Mata Air Cikandung
Sumber: @sdverdana


Sumedang diberkati Tuhan dengan melimpahnya mata air. Tepat di kaki Gunung Tampomas, Desa Cipamekar, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, bersembunyi Mata Air Sirah Cipelang. Utamanya mata air ini digunakan sebagai sumber irigasi perkampungan warga. Karena pesonanya yang tak terelakkan, mata air ini dikelola sedemikian rupa agar bisa menjadi tempat wisata. Kamar mandi, mushola, warung makan, bahkan spot foto sudah tersedia di sini. Uniknya di Mata Air Sirah Cipelang kita bisa menemukan ikan-ikan di dalam mata airnya, selain itu pepohonan dan akar menggantung menjadi hiasan alami di sini. Udara yang sejuk dan segar juga menambah nikmatnya menghabiskan waktu di sini.

Mata Air Sirah Cipelang
Sumber: @bubblebyu


Tiga masih kurang? Eits, masih banyak lagi mata air di Sumedang yang bisa dikunjungi dan berpotensi untuk menjadi kawasan wisata ke depannya. Beberapa di antaranya seperti Mata air Cilogang dan Cigirang di Desa Bojongloa, Mata Air dan Pegunungan Dusun Cilumping, Mata Air Narimbang dan Curug Ciputrawangi di Desa Narimbang, Mata Air Cinamalung di Desa Pasireungit, Mata Air dengan pemandangan hutan di Desa Boros, dan sebagainya.

Ada mata air tak lengkap rasanya jika tidak merasakan guyuran air terjun. Tenang, sudah dibilang kan, Sumedang ini karunia alam ibu pertiwi. Mata Air Narimbang yang ditemani Curug Ciputrawangi di Desa Narimbang misalnya. Mata airnya jernih, belum banyak pengunjung, warga sekitar juga sangat menjaga kelestarian alam di sini. Akses menuju Curug Ciputrawangi tidak terlalu sulit, tempat parkir juga memadai. Memiliki dua sumber air yang terjun dengan cantiknya di tengah bebatuan. Sumedang memang indah ya…

Mata Air Narimbang dan Curug Ciputrawangi
Sumber: @sigotik91

Curug Cadasri dan Curug Ciwalur menjadi paket hemat lainnya. Kedua curug tersebut berada dalam satu jalur yang searah. Puas banget bisa dapat dua curug dalam satu kali perjalanan, bukan? Keduanya sama-sama indah dan eksotis, terletak di Dusun Pasir Padang, Desa Jatinunggal, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang. Curug Ciwalur memiliki bentuk air terjun yang cantik dan tentunya juga bisa dijadikan tempat untuk berenang dan menyegarkan pikiran.

Berbagai air terjun lainnya yang bisa dikunjungi di Kabupaten Sumedang diantaranya Curug Cigarugak di Desa Awilega, Curug Cigorobog di Desa Citengah yang cukup populer, Curug Cinulang dengan aliran derasnya di Desa Sindulang, Curug Buhud dengan arsitektur yang melebar alias Niagara Van Sumedang di Desa Sukatani, Curug Cipongkor Desa Ciherang dengan aliran deras menjulang lurus ke langit, serta curug-curug lainnya yang tak ada habisnya kalau disebutkan satu per satu.

Curug Cigorobog
Sumber: @adedsukmana


Tanah Sunda tidak hanya Bandung, Sumedang inilah the true hidden gems di Jawa Barat. Selepas mencicipi hiruk pikuk Kota Bandung melipir sedikit satu setengah jam perjalanan ke Sumedang bisa menjadi pilihan yang tepat. Menikmati jalanan legendaris Cadas Pangeran yang merupakan proyek jalan panjang Anyer-Panarukan Gubernur Daendels pada masa penjajahan dulu. Di masa mendatang akses menuju Sumedang akan lebih mudah dengan adanya Tol Cisumdawu yang sedang dalam proses pembangunan dan diperkirakan akan selesai pada 2021 mendatang. Tol Cisumdawu akan menghubungkan Bandara Kertajati, Kabupaten Majalengka hingga ke Sumedang.

Jalan Legendaris menuju Sumedang, Cadas Pangeran
Sumber: @ranggafw


Saya percaya, kita percaya, Sumedang bisa menjadi kawasan agrowisata yang menjanjikan di masa depan. Berlimpahnya wisata alam di Sumedang mulai dari hutan, sawah, kebun, ladang, mata air, danau, hingga air terjun menjadi pesona tersendiri bagi daerah ini.

Teringat sebuah kalimat dari salah seorang aktris hebat dunia, Eleonora Duse, 

“Jika pemandangan langit biru memenuhi hatimu dengan kebahagiaan, jika rerumputan yang tumbuh di ladang memiliki kekuatan untuk menggerakkanmu, jika hal-hal sederhana dari alam memiliki pesan yang kamu pahami, bersukacitalah, karena jiwamu masih hidup.”

Orang Baik

Powered By Blogger

Jejak Istimewa